Secara garis besar, nikah secara agama adalah nikah yang sah dari segi agama. Pernikahan ini sering kali menjadi perdebatan dan dianggap negatif di khalayak umum.
Kenapa? Karena kebanyakan yang menggunakan istilah nikah secara agama atau yang lebih akrab dengan nikah siri adalah mereka yang tidak ingin mengungkapkan pernikahannya, atau dengan kata lain merahasiakan pernikahan tersebut.
Namun faktanya, secara agama nikah ini sah dan boleh-boleh saja dalam Islam. Hanya saja pernikahan ini memang tidak sah secara hukum negara dan ada beberapa ulama yang mengatakan bahwa pernikahan ini makruh.
Lalu bagaimana yang benar? Nah, agar Anda semakin paham dengan istilah pernikahan ini mari kita bahas tuntas pembahasan ini hingga akhir pada artikel dari Tendalux Sidomulyo ini!
Apa itu Nikah Secara Agama
Secara definisi, nikah secara agama adalah pernikahan yang tidak dicatatkan di pemerintahan atau lebih tepatnya Kantor Urusan Agama, akan tetapi pernikahan ini sah dalam sudut pandang agama.
Hal ini sejalan dengan penjelasan yang ada dalam KBBI, dimana istilah lain dari nikah secara agama yakni nikah siri adalah pernikahan yang hanya disaksikan oleh seorang modin dan saksi, tidak melalui Kantor Urusan Agama dan sah menurut agama Islam.
Ada banyak alasan yang menjadi latar belakang seseorang memilih pernikahan ini, diantaranya masalah personal, biaya hingga proses persiapan yang lebih praktis.
Hukumnya Nikah Secara Agama
Hakim Pengadilan Agama yakni Mahmud Hadi Riyanto menyatakan bahwa menurut jumhur ulama hukum nikah secara agama dalam sudut pandang Islam adalah sah tetapi makruh.
Dijelaskan bahwa sisi kemakruhan pernikahan secara agama terletak pada ditutup-tutupinya status pernikahan ini. Sebab, ditutupnya status pernikahan secara agama ditakutkan bisa mengundang keraguan dan tuduhan yang tidak benar kepada kedua belah pihak pengantin.
Hal tersebut dipertegas lagi pada fatwa Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan bahwa nikah siri menurut Islam hukumnya sah karena sudah memenuhi syarat dan rukun nikah, tetapi haram jika terdapat mudharat.
Maka, asalkan dihilangkannya unsur kerahasiaan dan pernikahan tersebut dijalankan sesuai rukun dan syarat pernikahan maka Islam memandang pernikahan ini sah.
Sedangkan dalam sudut pandang hukum Indonesia, pernikahan secara agama tanpa dilengkapi dengan pencatatan resmi kepada negara termasuk pada pelanggaran aturan Indonesia. Diantaranya:
1. Pasal 143 Rancangan Undang-Undang
Pasal ini ditujukan bagi umat muslim yang dengan sengaja melangsungkan pernikahan tidak dihadapan pemerintah akan dipidana dengan ancaman hukum bervariasi, mulai dari enam bulan hingga tiga tahun penjara dan denda.
2. Pasal 144 Rancangan Undang-Undang
Kehadiran pasal ini memperlihatkan bahwa RUU tidak hanya menyinggung nikah siri tetapi juga nikah mut’ah atau nikah kontrak. Dimana seseorang yang melangsungkan pernikahan mut’ah akan dijatuhkan pidana selama-lamanya 3 tahun.
Maka dari itu, daripada Anda menjadi warga negara yang melanggar hukum ada baiknya jika Anda melangsung pernikahan secara agama diikuti dengan pencatatan resmi di pemerintahan negara kita.
Sebab, pada dasarnya surat keterangan nikah secara agama itu tidak ada apabila tidak bisa dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah.
Meskipun pasangan pengantin nikah secara agama bisa mengajukan permohonan itsbat nikah ke Pengadilan Agama untuk mendapatkan akta nikah. Akan tetapi, hanya beberapa pernikahan dengan alasan tertentu saja yang diperbolehkan untuk mengajukan itsbat nikah.
Jadi, lakukanlah pernikahan yang sah secara agama dan hukum yang ada di Indonesia agar proses setelah pernikahan Anda bisa lebih mudah diurus.
Pun jika Anda memilih nikah secara agama karena proses pernikahannya yang lebih praktis, Anda bisa memesan jasa paket wedding Jogja yang akan membantu Anda mengurus proses pernikahan Anda.
Dengan begitu, Anda bisa menjalankan proses pernikahan yang praktis serta pernikahan ini sah secara agama dan hukum.
Syarat Sah Nikah Secara Agama
Nikah secara agama Islam akan dianggap sah apabila memenuhi 5 rukun nikah. Dimana rukun nikah memiliki arti bagian dari nikah itu yang wajib ada selama proses pernikahan. Apabila salah satu dari kelima rukun nikah tidak dihadirkan maka pernikahan itu tidak sah.
Dilansir dari NU Online, dalam kitab Fathul Wahab bi Syahri Minhaj al-Thalab Imam Zakaria al-Anshari menyatakan kelima rukun nikah adalah mempelai pria, mempelai wanita, wali, dua saksi, dan shighat. Untuk lebih jelasnya, tiap rukun nikah akan dijabarkan sebagai berikut:
1. Mempelai Pria
Tidak akan berjalan suatu pernikahan apabila mempelai pria tidak ada. Di samping itu, mempelai pria juga harus memenuhi persyaratan calon suami yang sah, yakni Islam, bukan mahram mempelai wanita, tidak terpaksa, dan tidak dilakukan dalam masa ihram atau umrah.
2. Mempelai Wanita
Tak hanya mempelai pria, mempelai wanita juga harus hadir dalam proses pernikahan. Dimana mempelai wanita juga harus memenuhi persyaratan calon istri yang sah.
Diantaranya, beragama Islam, bukan mahram mempelai pria, sudah mendapatkan izin nikah dari wali yang sah, tidak dalam masa iddah, dan tidak dilakukan dalam masa ihram atau umrah.
3. Wali
Yang dimaksud wali disini adalah orang tua mempelai wanita baik ayah, kakek, paman dari pihak ayah, dan pihak-pihak lainnya.
Dimana jika diurutkan yang berhak menjadi wali dari sang mempelai wanita adalah ayah, kakek dari pihak ayah, saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, paman dari pihak ayah, kemudian anak laki-laki paman dari pihak ayah.
4. Dua Saksi
Kemudian, dua saksi yang memenuhi persyaratan, yakni Islam, baligh, berakal, merdeka, laki-laki, dan adil juga harus dihadirkan dalam proses pernikahan ini.
5. Sighat
Terakhir adalah sighat yang meliputi ijab dan qabul yang diucapkan antara wali atau perwakilannya dengan mempelai pria.
Demikianlah informasi terkait nikah secara agama yang mampu kami rangkumkan untuk Anda. Semoga dengan informasi ini Anda bisa lebih cermat dan optimal dalam mempersiapkan prosesi pernikahan Anda nantinya.